Pedang yang Menyimpan Jiwa Lama
Dulu, ia dikenal sebagai Putri Lian, bunga teratai kekaisaran yang dicintai dan dipuja. Kulitnya seputih salju, senyumnya mampu meruntuhkan tembok terkokoh sekalipun. Namun, cinta dan kekuasaan adalah dua bilah pedang yang menghancurkannya. Ia dikhianati, dijebak, dan ditinggalkan mati di padang pasir yang membara. Cinta Pangeran Mahkota, yang dulu terasa manis bagai madu, berubah menjadi racun mematikan. Kekuasaan, yang dulu dijanjikan sebagai haknya, direnggut dengan kejam.
Kini, ia bukan lagi Putri Lian. Namanya adalah Bai Lian, seorang pendekar pedang misterius dengan tatapan sedingin es. Wajahnya tersembunyi di balik cadar sutra, menyisakan hanya sepasang mata yang menyimpan lautan luka. Luka yang tak pernah sembuh, tetapi juga luka yang menempanya menjadi baja. Ia menjelajahi medan perang, bukan untuk menaklukkan, melainkan untuk mengumpulkan potongan-potongan jiwanya yang hilang. Setiap pertumpahan darah, setiap desingan pedang, adalah simfoni kesedihan yang menemani perjalanannya.
Pedangnya, yang bernama 'Renjana' (Rindu yang Mendalam), bukan sekadar senjata. Di dalamnya bersemayam jiwa-jiwa yang tersesat, arwah-arwah yang terluka oleh ketidakadilan. Bai Lian bisa berkomunikasi dengan mereka, merasakan penderitaan mereka, dan menyalurkan kekuatan mereka. Renjana adalah perpanjangan dari hatinya, saksi bisu atas pengkhianatan yang dialaminya.
Ia bukan mencari balas dendam dengan amarah membabi buta. Tidak. Bai Lian bergerak dengan KETENANGAN MEMATIKAN. Setiap langkahnya diperhitungkan, setiap senyum sinisnya adalah racun yang bekerja perlahan. Ia mempelajari kelemahan musuh-musuhnya, mengorek rahasia terkelam mereka, dan menggunakan informasi itu untuk menghancurkan mereka dari dalam. Ia seperti bunga teratai yang tumbuh di atas genangan darah, indah namun mematikan.
Pangeran Mahkota, yang kini telah menjadi Kaisar, tidak menyadari bahwa bayangan masa lalu itu semakin mendekat. Ia sibuk menikmati kekuasaan dan kemewahan, buta terhadap ancaman yang mengintai. Ketika Bai Lian akhirnya muncul di hadapannya, di singgasana kekaisaran, sang Kaisar melihat bukan Putri Lian yang dulu dicintainya, melainkan sosok asing yang penuh dengan KEKUATAN GELAP.
Pertempuran terakhir terjadi di tengah badai salju. Pedang Renjana menari dengan anggun namun mematikan, menebas segala rintangan. Bai Lian tidak berteriak, tidak menangis. Ia hanya menatap sang Kaisar dengan tatapan yang penuh dengan kekecewaan. Ketika pedang itu akhirnya menembus jantung sang Kaisar, Bai Lian merasakan bukan kepuasan, melainkan kehampaan yang lebih dalam. Balas dendam tidak membawa kedamaian. Balas dendam hanya meninggalkan luka yang semakin menganga.
Ia meninggalkan istana yang berlumuran darah, berjalan sendirian di bawah badai salju. Di tangannya, ia menggenggam pedang Renjana, satu-satunya teman setianya. Ia telah merebut kembali apa yang telah direnggut darinya, tetapi ia juga kehilangan segalanya.
Dan, akhirnya, setelah sekian lama, ia mengerti, bahwa mahkota sejati bukanlah kekuasaan, bukanlah cinta, melainkan… KEBEBASAN!
You Might Also Like: 0895403292432 Distributor Kosmetik
0 Comments: