Mahkota Itu Jatuh, Tapi yang Retak Justru Hatinya Aula istana berkilauan. Cahaya lilin menari di atas sutra brokat yang membalut tubuh par...

Harus Baca! Mahkota Itu Jatuh, Tapi Yang Retak Justru Hatinya. Harus Baca! Mahkota Itu Jatuh, Tapi Yang Retak Justru Hatinya.

Harus Baca! Mahkota Itu Jatuh, Tapi Yang Retak Justru Hatinya.

Harus Baca! Mahkota Itu Jatuh, Tapi Yang Retak Justru Hatinya.

Mahkota Itu Jatuh, Tapi yang Retak Justru Hatinya

Aula istana berkilauan. Cahaya lilin menari di atas sutra brokat yang membalut tubuh para bangsawan. Namun, di antara gemerlap itu, Lady Anya berdiri bagaikan patung porselen yang rapuh. Senyumnya, sebuah topeng indah, menyembunyikan badai yang mengamuk di dalam dadanya. Hari ini, Pangeran Kai, cintanya, jiwanya, akan menikahi Putri Lian dari Kerajaan Utara.

Anya mengingat sentuhan Kai. Pelukannya, dulu terasa seperti rumah, kini beracun. Janji-janjinya, bisikan di bawah rembulan, kini menjadi belati yang menusuk jantungnya perlahan. "Anya, kau adalah matahariku, rembulanku, segalanya bagiku," bisiknya dulu. Bohong. KEBOHONGAN.

Ia menatap Kai, gagah dalam jubah kebesarannya. Mata mereka bertemu sekejap. Ada sedikit keraguan di mata Kai, tapi secepat kilat menghilang, digantikan sorot dingin seorang pangeran yang siap berkorban demi tahta. Pangeran yang kejam.

Upacara pernikahan berjalan bagaikan mimpi buruk yang panjang. Setiap ucapan sumpah Kai terasa seperti pecahan kaca yang menggores hatinya. Ia tetap tegak, anggun, SEPERTI RATU. Tidak ada air mata. Tidak ada drama. Hanya senyum yang terus menempel di bibirnya, semakin misterius, semakin mematikan.

Malam harinya, Anya menemui Kai di taman istana. Angin berdesir lembut, membawa aroma bunga dan… pengkhianatan.

"Kai," sapanya, suaranya tenang, nyaris berbisik.

Kai berbalik, terkejut. "Anya… apa yang kau lakukan di sini?"

"Mengucapkan selamat," jawab Anya, matanya berkilat dingin. "Selamat atas pernikahanmu. Selamat atas tahta yang kau perjuangkan."

"Anya, aku…" Kai terdiam, mencari kata-kata yang tepat. Kata-kata itu tidak akan pernah ada.

Anya mengangkat sebuah kotak kecil, terbuat dari kayu cendana. "Ini hadiah pernikahan untukmu."

Kai membuka kotak itu. Di dalamnya, bukan perhiasan atau hadiah mahal, melainkan sebuah dekrit. Dekrit yang menyatakan bahwa Putri Lian tidak memiliki hak waris atas Kerajaan Utara. Dekrit yang membuktikan bahwa Lian adalah anak haram, lahir dari perselingkuhan ibunya dengan seorang pedagang keliling.

Wajah Kai memucat. Pernikahannya… tahtanya… SEMUANYA SIA-SIA.

"Kau tahu, Kai," Anya berbisik, senyumnya pahit. "Aku selalu tahu segalanya. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk membalasnya."

Anya berbalik, meninggalkan Kai yang terpaku di tempatnya. Keheningan malam dipecahkan oleh deru langkah kaki para pengawal istana yang datang menangkap Putri Lian. Anya berhenti sejenak, menatap ke langit yang bertaburan bintang. Kemenangan yang pahit.

Balas dendam Anya bukan darah, bukan siksaan. Balas dendamnya adalah penyesalan abadi Kai. Penyesalan karena telah menyia-nyiakan cinta tulus seorang wanita yang seharusnya menjadi ratunya. Penyesalan karena telah memilih tahta di atas segalanya. RATAPAN TANPA AKHIR.

Ia tahu, Kai akan menyesalinya selamanya. Dan penyesalan itu… akan menjadi hukuman yang lebih berat daripada kematian.

Anya melangkah pergi, meninggalkan istana dan semua kenangan di dalamnya. Ia memulai hidup baru, dengan luka yang membekas, namun dengan kekuatan yang baru ditemukan.

Cinta dan dendam lahir dari tempat yang sama. Pertanyaannya adalah, mana yang lebih kuat?

You Might Also Like: Jual Skincare Yang Cocok Untuk Semua_21

0 Comments: