Senyum yang Menyembunyikan Luka Tua Langit Shanghai di musim semi, seratus tahun setelah tragedi memilukan yang merenggut nyawanya, Xiè Lá...

Drama Seru: Senyum Yang Menyembunyikan Luka Tua Drama Seru: Senyum Yang Menyembunyikan Luka Tua

Drama Seru: Senyum Yang Menyembunyikan Luka Tua

Drama Seru: Senyum Yang Menyembunyikan Luka Tua

Senyum yang Menyembunyikan Luka Tua

Langit Shanghai di musim semi, seratus tahun setelah tragedi memilukan yang merenggut nyawanya, Xiè Lán (谢兰) berdiri di tepi sungai Huangpu. Angin memainkan helaian rambutnya yang legam, membawa aroma bunga mei hua yang baru mekar. Aroma itu, entah mengapa, menusuk relungnya yang paling dalam, membangkitkan kenangan yang bukan miliknya.

Xiè Lán, pewaris tunggal kerajaan bisnis Xiè yang menggurita, dikenal karena senyumnya yang mempesona. Senyum yang mampu meluluhkan hati para investor, senyum yang selalu menghiasi wajahnya di depan publik. Tapi, di balik senyum itu, tersembunyi luka tua, luka yang tidak bisa dijelaskan, luka yang seolah-olah sudah ada sejak ia dilahirkan.

Di seberang sungai, ia melihat Wèi Jīng (魏晶), seorang pelukis jalanan dengan mata setajam elang dan aura yang begitu familiar. Jantung Xiè Lán berdegup kencang, seolah mengenali jiwa itu dari ribuan jiwa lain. Suara dentingan koin di kaleng usang milik Wèi Jīng terdengar seperti lonceng kematian dari masa lalu.

"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Xiè Lán, pertanyaan yang lebih ditujukan pada dirinya sendiri daripada pada Wèi Jīng.

Wèi Jīng menatapnya lama, tatapan yang menembus lapisan demi lapisan pertahanan yang telah dibangun Xiè Lán selama bertahun-tahun. "Di kehidupan sebelumnya... mungkin," jawabnya lirih, kata-kata yang nyaris tidak terdengar di tengah hiruk pikuk kota.

Dimulailah perjalanan mereka, perjalanan untuk mengungkap misteri masa lalu yang kelam. Perlahan, potongan-potongan ingatan bermunculan: kebun bunga mei hua yang bersemi abadi, janji setia di bawah rembulan, dan pengkhianatan yang berdarah-darah. Mereka adalah Yù Lán (玉兰), putri bangsawan yang jatuh cinta pada seorang jenderal pemberontak, Li Wèi (李卫). Cinta mereka dikutuk, dihancurkan oleh intrik istana dan ambisi yang tak terbatas. Yù Lán difitnah, dituduh berkhianat, dan dihukum mati. Li Wèi, dengan hati hancur, bersumpah akan membalas dendam, namun ia pun akhirnya gugur di medan perang.

Seratus tahun berlalu. Takdir mempertemukan mereka kembali, bukan untuk mengulangi kesalahan yang sama, tapi untuk menyelesaikan urusan yang belum selesai. Xiè Lán, reinkarnasi Yù Lán, menyadari bahwa balas dendam bukan jawaban. Ia tidak ingin mengotori tangannya dengan darah lagi. Ia ingin membebaskan dirinya, dan Wèi Jīng, dari rantai masa lalu yang mengikat mereka.

Xiè Lán tahu siapa yang bertanggung jawab atas kematian Yù Lán. Leluhur dari keluarga Zhang, keluarga yang kini menjadi saingan bisnis Xiè. Alih-alih melancarkan serangan balik dengan kekerasan, Xiè Lán menggunakan keahlian bisnisnya untuk menghancurkan kerajaan Zhang dari dalam. Ia menghancurkan reputasi mereka, menenggelamkan mereka dalam hutang, dan membuat mereka jatuh ke dalam kehinaan.

Ketika Zhang Tua, kepala keluarga Zhang, memohon belas kasihan, Xiè Lán hanya tersenyum. Senyum yang sama yang selalu menghiasi wajahnya, senyum yang menyembunyikan luka tua. Senyum yang lebih menyakitkan daripada pedang terhunus.

"Keadilan telah ditegakkan," bisik Xiè Lán. "Bukan dengan darah, tapi dengan keheningan dan pengampunan."

Wèi Jīng, yang menyaksikan semuanya dari kejauhan, mengerti. Dendam telah terbalaskan, bukan dengan amarah, tapi dengan kebijaksanaan dan keheningan. Ia mendekati Xiè Lán, menggenggam tangannya erat.

Malam semakin larut. Bulan bersinar terang di atas sungai Huangpu. Xiè Lán dan Wèi Jīng berdiri berdampingan, menatap cakrawala yang luas.

"Ingatlah janji kita, Yù Lán..." bisik Wèi Jīng, suaranya nyaris tidak terdengar. "... Kita akan bertemu lagi, di bawah bunga mei hua yang abadi..."

You Might Also Like: Rahasia Skincare Lokal Dengan Sodium

0 Comments: