Malam itu, salju turun dengan ganas, menutupi pekatnya malam seperti kain kafan raksasa. Di puncak Gunung Tai, berdiri Lin Yue, bayangan ge...

Endingnya Gini! Takdir Yang Membangunkan Mereka Kembali Endingnya Gini! Takdir Yang Membangunkan Mereka Kembali

Endingnya Gini! Takdir Yang Membangunkan Mereka Kembali

Endingnya Gini! Takdir Yang Membangunkan Mereka Kembali

Malam itu, salju turun dengan ganas, menutupi pekatnya malam seperti kain kafan raksasa. Di puncak Gunung Tai, berdiri Lin Yue, bayangan gelap di antara pusaran putih. Angin menderu, mencabik-cabik jubahnya, seolah ikut berduka atas takdir yang mengikatnya dengan Xia Feng.

Darah menetes di salju, merah pekat dan kontras, berasal dari luka di bahu Lin Yue, goresan pedang Xia Feng. Luka itu bukan hanya fisik, melainkan cerminan luka di hati mereka, luka yang diukir oleh CINTA dan KEBENCIAN yang mendalam.

"Xia Feng," desis Lin Yue, suaranya serak, bagai gesekan batu di tebing curam. "Kau pikir dengan membunuhku, kau bisa mengakhiri ini semua?"

Xia Feng, berdiri di hadapannya, matanya membara seperti bara api di tengah badai salju. Wajahnya dingin dan keras, dipahat oleh penderitaan dan dendam. Di tangannya, pedang berkilauan memantulkan cahaya rembulan yang redup.

"Lin Yue," balas Xia Feng, suaranya bergetar. "Ini bukan hanya tentang membunuhmu. Ini tentang MEMBALAS semua yang telah kau renggut."

Dupa mengepul di altar di belakang mereka, wanginya bercampur dengan aroma tajam darah dan salju. Di altar itu, tergeletak serpihan foto usang, gambar dua anak laki-laki yang tertawa riang, tanpa beban. Lin Yue dan Xia Feng, sahabat yang terpisahkan oleh rahasia mengerikan.

RAHASIA tentang kematian ayah Xia Feng, yang ternyata dibunuh oleh ayah Lin Yue, atas perintah PERINTAH Kaisar terdahulu. Rahasia yang selama ini disembunyikan dalam sumpah setia, dalam senyuman palsu, dan dalam mimpi buruk yang tak berkesudahan.

Air mata mengalir di pipi Lin Yue, membeku sebelum sempat menetes. "Aku tidak pernah menginginkan ini, Xia Feng. Aku... aku mencintaimu."

Xia Feng tertawa hambar. "Cinta? Kau berani menyebutnya cinta? Cintamu hanya topeng, Lin Yue! Topeng untuk menutupi pengkhianatanmu!"

Pertempuran pun dimulai. Dua siluet menari di tengah badai, pedang beradu dengan gemuruh memekakkan telinga. Setiap tebasan, setiap desisan pedang, mengisahkan kisah yang hilang, cinta yang mati, dan dendam yang membara.

Janji diucapkan di atas abu. Janji untuk membalas dendam, janji untuk mengakhiri semua penderitaan. Janji yang dibuat di bawah langit kelabu, di mana dewa pun tampak berpaling.

Lin Yue akhirnya berlutut, dadanya berlubang menganga. Darah membasahi salju di sekitarnya. Tatapannya redup, namun masih terpancar cinta yang tak padam.

"Selesaikan, Xia Feng," bisiknya. "Selesaikan semuanya."

Xia Feng berdiri di atasnya, pedang terhunus tinggi. Namun, tangannya bergetar. Dia menatap wajah Lin Yue, wajah yang dulu begitu dicintainya. Dia melihat penyesalan di mata itu, penyesalan yang tulus.

Dia tidak bisa.

Xia Feng menjatuhkan pedangnya. Tangannya gemetar. Dia berlutut di samping Lin Yue, memeluk tubuh yang semakin mendingin.

"Maafkan aku, Yue," bisiknya, air matanya membasahi wajah Lin Yue. "Maafkan aku."

Lin Yue tersenyum tipis. "Semua... sudah... berakhir."

Lin Yue menghembuskan napas terakhirnya.

Xia Feng berdiri, mengambil pedangnya, dan menatap ke arah timur, di mana istana kekaisaran menjulang. Senyum dingin mengembang di bibirnya. Balas dendam yang tenang, namun mematikan, akan segera dimulai. Dia akan menghancurkan KERAS mereka, MEMBAKAR takhta mereka, dan MENCIUM abu mereka.

Lalu, dia berbalik dan melangkah menembus badai salju, meninggalkan mayat Lin Yue di puncak gunung. Dia meninggalkan mayat kekasihnya dan membawa dendam yang menghantuinya. Balasan dari hati yang terlalu lama menunggu. Satu, dua, tiga langkah...

… dan suara gemerisik sutra terdengar dari balik bebatuan.

You Might Also Like: Unlock Android Ios Taptap Unlock Png

0 Comments: