Ia Melihatku Lewat Cermin, Tapi Bukan Aku Lagi Di Sana Lampu-lampu kota berkelip bagai mata yang mengawasi. Dari apartemen mewahku, gemerl...

Ini Baru Cerita! Ia Melihatku Lewat Cermin, Tapi Bukan Aku Lagi Di Sana Ini Baru Cerita! Ia Melihatku Lewat Cermin, Tapi Bukan Aku Lagi Di Sana

Ini Baru Cerita! Ia Melihatku Lewat Cermin, Tapi Bukan Aku Lagi Di Sana

Ini Baru Cerita! Ia Melihatku Lewat Cermin, Tapi Bukan Aku Lagi Di Sana

Ia Melihatku Lewat Cermin, Tapi Bukan Aku Lagi Di Sana

Lampu-lampu kota berkelip bagai mata yang mengawasi. Dari apartemen mewahku, gemerlap itu tampak begitu jauh, begitu tidak nyata. Dulu, pemandangan ini adalah saksi bisu tawa kami, mimpi-mimpi yang kami rajut bersama, sehangat mentari pagi. Sekarang, hanya ada kehampaan yang menggema, seolah seluruh kota menertawakan kebodohanku.

Cermin di depanku memantulkan sosok yang asing. Gaun sutra merah anggur membalut tubuhku, rambutku tertata sempurna, bibirku dipulas merah menyala. Aku adalah representasi kesempurnaan, seorang wanita sukses, kaya raya, elegan. Tapi di balik semua itu, ada jurang yang menganga lebar, diisi dengan serpihan hati yang hancur.

Dulu, aku melihat pantulan mata yang penuh cinta di cermin ini. Mata Lin Yi, cinta pertamaku, satu-satunya pria yang kupikir akan menua bersamaku. Senyumnya adalah matahariku, pelukannya adalah rumahku. Tapi senyum itu ternyata menipu, pelukan itu mengandung racun mematikan, dan janji-janjinya... janji-janjinya berubah menjadi belati yang menusuk tepat di jantungku.

Kuang Ruo, sahabatku sejak kecil, wanita yang selalu ada di sisiku, ternyata adalah dalang di balik semuanya. Ia merebut Lin Yi, mencuri mimpiku, dan mengoyak harga diriku. Semua itu dilakukannya dengan senyum manis dan kata-kata yang penuh perhatian. Oh, betapa pintarnya dia.

Aku tidak menjerit, aku tidak menangis meraung-raung. Aku terlalu lelah untuk itu. Aku hanya merasa mati rasa, seolah jiwaku telah pergi jauh, meninggalkan tubuh ini untuk menjalankan sandiwara yang menyakitkan. Aku adalah boneka porselen yang rapuh, berusaha tersenyum meski retakan menganga di sekujur tubuhku.

Malam ini adalah puncak dari segalanya. Pesta ulang tahun perusahaan, tempat Lin Yi akan mengumumkan pernikahannya dengan Kuang Ruo. Semua mata akan tertuju padanya, pada kebahagiaan palsu mereka. Dan aku? Aku akan berdiri di sana, anggun dan elegan, seolah tidak ada yang terjadi.

Namun, mereka tidak tahu bahwa aku telah menyiapkan kejutan. Bukan darah, bukan air mata, tapi sesuatu yang jauh lebih menyakitkan: penyesalan. Dengan senyum setenang air, aku menyerahkan amplop cokelat pada Lin Yi di depan semua tamu undangan. Isinya? Bukti transaksi keuangan gelap yang dilakukannya dengan perusahaan asing, bukti yang akan membuatnya kehilangan segalanya: karier, reputasi, dan mungkin juga kebebasannya.

Kuang Ruo menatapku dengan mata terbelalak, ketakutan terpancar jelas di wajahnya. Ia tahu, inilah akhir dari permainan mereka. Aku melihatnya, dan aku tersenyum, senyum yang sama sekali tidak mencapai mataku.

Aku berbalik, meninggalkan pesta yang dipenuhi dengan keheningan yang mencekam. Aku tidak ingin melihat kehancuran mereka, aku tidak ingin mendengar permohonan ampun mereka. Aku hanya ingin pergi, menjauh dari semua kepalsuan ini.

Di dalam mobil, aku menatap kembali pantulan diriku di cermin. Bukan Lin Yi lagi yang ada di sana, tapi bayangan wanita yang lebih kuat, lebih dingin, dan lebih berbahaya.

Mobil melaju membelah malam. Hati ini... masih terasa sakit. Aku menang, tapi kemenangan ini terasa pahit. Akankah luka ini sembuh? Aku tidak tahu.

Cinta dan dendam… lahir dari tempat yang sama.

You Might Also Like: 0895403292432 Reseller Kosmetik

0 Comments: