Di bawah rembulan pucat yang menggantung di atas Danau Bulan Sabit, berdirilah Lan Mei, anggun bagai bunga teratai yang dilukai . Di hadapa...

FULL DRAMA! Pelukan Yang Mengikat Dendam FULL DRAMA! Pelukan Yang Mengikat Dendam

FULL DRAMA! Pelukan Yang Mengikat Dendam

FULL DRAMA! Pelukan Yang Mengikat Dendam

Di bawah rembulan pucat yang menggantung di atas Danau Bulan Sabit, berdirilah Lan Mei, anggun bagai bunga teratai yang dilukai. Di hadapannya, Li Wei, sosok yang dulu mengisi hari-harinya dengan tawa, kini berdiri kaku, wajahnya dipenuhi garis penyesalan yang dalam.

"Lan Mei…" bisiknya, suaranya serak tertelan angin malam. "Maafkan aku."

Kata-kata itu bagai pecahan kaca yang menusuk jantung Lan Mei. Maaf? Setelah sepuluh tahun berlalu? Setelah janji di bawah pohon persik yang kini hanya menjadi debu kenangan? Setelah pernikahannya dengan selir Kaisar yang telah menghancurkan segalanya?

"Sepuluh tahun, Li Wei," sahut Lan Mei, suaranya setenang danau namun seberbahaya pusaran air. "Sepuluh tahun aku memendam rindu, sepuluh tahun aku menelan air mata, sepuluh tahun aku hidup dalam KEBENCIAN yang membara."

Li Wei mendekat, tangannya terulur ragu. "Biarkan aku menebusnya. Biarkan aku…"

Lan Mei menepis tangannya. "Terlambat. Kau telah memilih jalanmu, Li Wei. Jalan yang membuat kita menjadi musuh selamanya."

Namun, di balik kata-kata tajam itu, hatinya berteriak memohon pelukan. Rindunya pada Li Wei masih membara, sehangat bara api di musim dingin. Ia ingin merasakan sentuhannya sekali lagi, sebelum ia benar-benar menghilang dari kehidupannya.

Li Wei menggenggam kedua tangannya, air mata mengalir di pipinya. "Aku terpaksa. Demi keluarga, demi tahta…"

"Tahta!" Lan Mei tertawa getir. "Kau lebih memilih tahta daripada cintaku? Kau mengkhianati sumpah kita!"

Tiba-tiba, Lan Mei merasakan getaran aneh di tanah. Langit yang tadinya cerah mulai dipenuhi awan hitam. Angin bertiup kencang, membawa aroma petir.

"Li Wei, pergilah!" seru Lan Mei, dorongan naluriah untuk menyelamatkannya muncul. "Pergilah sebelum terlambat!"

Namun, Li Wei tak bergeming. Ia tetap menggenggam tangannya erat. "Aku tidak akan meninggalkanmu, Lan Mei. Lebih baik mati bersamamu daripada hidup tanpamu."

Tiba-tiba, petir menyambar pohon persik tua di dekat mereka. Pohon itu tumbang dengan suara menggelegar, menimpa Li Wei.

Lan Mei menjerit, tubuhnya lemas. Ia memeluk tubuh Li Wei yang tak bergerak. Air matanya jatuh membasahi wajahnya.

Bukan dia yang membunuh Li Wei. Bukan dengan pedang, bukan dengan racun, bukan dengan sihir. Tetapi, takdir tampaknya punya caranya sendiri dalam menuntut keadilan. Takdir mengambil Li Wei darinya dengan cara yang paling menyakitkan: persis di bawah pohon persik yang menjadi saksi bisu janji mereka.

Di tengah hujan deras, Lan Mei memeluk erat jasad Li Wei. Dendamnya mungkin terbalaskan, tetapi hatinya hancur berkeping-keping.

Pelukan ini, pelukan terakhir mereka, adalah simbol cinta yang hilang, janji yang dilanggar, dan dendam yang terbalaskan.

Apakah cinta akan tumbuh di atas reruntuhan dendam, atau dendam akan selamanya menghantui cinta yang tak pernah kesampaian?

You Might Also Like: Distributor Kosmetik Reseller Dropship

0 Comments: